oleh

Dan Warga NU Pun Bangkit Melawan

Dan Warga NU pun Bangkit Melawan. Oleh: Tubagus Soleh, Ketum Babad Banten Nasional

Meskipun ada aral yang melintang yang menghadang, rencananya sekitar 10.000.000 warga NU akan bergerak ke Jakarta. Hari dan tanggalnya sudah dibocorkan oleh PB NU sendiri, warga NU akan bergerak ke Jakarta Inshaallah Tgl 23 Maret 2019 bertepatan tgl 27 Rajab 1440 H.

Dalam catatan saya ini termasuk kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam tubuh Pergerakan NU. Biasanya organisasi sekelas NU akan menanggapi masalah masalah pelik bangsa dengan gaya gaya guyon yang menyegarkan. Meskipun cacimaki,hinaan, bully-an dan semacamnya, NU secara organisasi tidak akan menurun massa dalam jumlah yang besar besaran.

Peristiwa penggulingan Gus Dur saja sebagai Presiden tidak ditanggapi serius kecuali psywar psywar yang bertebaran di jagad politik saja. Selebihnya keadaannya sambil guyonan saja. Politik NU dalam kenegaraan sudah sangat matang. Apalagi menanggapi bully-an yang cuma di medsos. Para tokoh NU sekelas KH Said Agil Sirod, KH Miftachul Akhyar, KH Marzuki, KH Makruf Amin, Gus Sholahudin Wahid, dll tidak akan terpancing. Saya jamin dari mulut mereka tidak akan keluar kata kata umpatan dan cacimakian apalagi sampai menghina harga diri seseorang.

Tradisi Intelektual NU sudah matang ketika masih di pesantren. Pengalaman saya sebagai santri membuktikan hal tersebut. Santri terbiasa membahas masalah masalah fiqhiyyah, mantik, balagho, politik dan masalah masalah kontempore yang sedang hot.

Baca Juga :  KH Makruf Amin Bersama PWNU Banten Tasyakuran Pemilu Damai

Bahkan lebih jauh dari itu, para santri sudah dilatih membangun visi jauh ke depan. Tradisi Bale Rombeng membuktikan dan mendukung santri memiliki kapasitas yang mumpuni. Bahtsul masail yang menjadi tradisi kaum pesantren dalam membahas membahas masalah masalah aktual keummatan merupakan wadah dengan penuh referensi keilmuan yang tinggi.

Para kyai dan cendikiawan NU yang masuk dalam majelis Bahtsul Masail bukanlah orang orang sekedarnya saja. Di Majelis itulah para Tokoh dan cendikian NU merumuskan dan memutuskan ijtima tentang sesuatu hal sebagai Panduan bagi warga NU dalam hablumminallah dan hablumminnasnya.

Seperti baru baru ini kita dikejutkan oleh hasil bahtsul Masail yang melarang Umat Islam menyebut Kafir kepada non Muslim. Dengan argumentasi yang kita dengar dari para petinggi NU bahwa ungkapan itu mengandung kekerasan teologis.

Produk pemikiran Bahtsul Masail tersebut tentu saja memancing kehebohan pro dan kontra. Namun saya yakin itu semua berdasarkan kajian dan pemikiran yang mendalam. Saya menangkap ada satu visi besar yang sedang dibangun oleh para Ulama dan cendikiawan NU tentang Indonesia Masa depan.

Konstruksi Indonesia Masa depan yang sedang dibangun oleh Ulama dan Cendikiawan NU, saya percaya mengacu kepada Negara Madinah Al Munawaroh sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Saw. Rujukan manhaj berfikir NU jelas Ahlussunnah wal jamaah. Sebuah Mazhab yang menolak kekerasan dalam menegakan Islam sebagai Rahmatan lil Alamin.

Baca Juga :  Menakar Hubungan NU, Habaib dan FPI

Prototype dakwah NU juga jelas yaitu dakwah Walisongo yang sudah terbukti oleh zaman dan sejarah merupakan dakwah Islam yang paling kokoh tegak dan paling berhasil menanamkan Islam yang khas Nusantara tanpa kekerasan dan menganeksasi wilayah kerajaan manapun. Islam menjadi spirit, jiwa, dan laku lampah masyarakat Nusantara secara damai sekaligus menjadi Rahmah.

Membumikan nilai nilai Islam dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia haruslah sesuai dengan norma norma adat dan budaya Nusantara.

Pemaksaan kehendak, mudah menuduh kafir, merasa paling Islami, anti “demokrasi”, memiliki agenda merubah Ideologi pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa Indonesa merupakan Isyu isyu yang sangat merusak dan berpotensi menyebabkan bangsa Indonesia konflik berkepanjangan yang tak berujung. Dampaknya sangat jelas: Indonesia menjadi negara gagal, bubar atau punah.

Bagi NU menjaga NKRI sebagai wilayah dakwah warisan Walisongo merupakan harga mati yang harus dirawat dengan segala kebhinekaannya. Siapapun yang merongrong apalagi sampai mau merusak NKRI bisa dipastikan akan berhadapan dengan warga NU dan komponen bangsa lainnya.

Saya kira, warga NU sangat sadar saat ini sedang terjadi perang ide yang dahsyat. Perang kasatmata yang sangat menentukan. Siapa yang mampu meyakinkan rakyat dengan gagasan gagasannya pastilah dia akan mendapat sokongam dan dukungan. Gagasan khilafah, Sosialisme Komunisme serta Globalisme sangat mempengaruhi cara pandang anak anak bangsa. Mereka membentuk faksi faksi perjuangan yang ujung ujungnya menimbulkan konflik sosial yang sangat akut.

Baca Juga :  Politik Optimis Jokowi, Sebuah Opini Tubagus Soleh

Pengalaman tahun 60-an, 80an dan 98 jangan sampai terulang kembali. Harganya sangat mahal bagi bangsa kita. Disinilah saya melihat kearifan Tokoh Tokoh NU yang sangat genius dalam mensikapi persoalan persoalan bangsa dengan tidak memakai kaca mata kuda. Disitulah kita harus menangkap napas dari hasil bahtsul masail yang baru saja diadakan di Banjar Ciamis Jawa Barat. Yang meminta kepada warga Bangsa yang beragama Islam agar tidak memanggil dengan sebutan kafir. Tapi cukup saja dengan non muslim.

Dalam jangka panjang keputusan bahtsul masail itu akan relevan dalam kehidupan Bangsa Indonesia yang majemuk dan akan menjadi pondasi batin menguatkan persaudaraan wathoniyyah.

Jadi kita harus menangkap bahasa bahasa halus yang diungkap oleh para Ulama NU supaya tidak gagal paham. Termasuk rencana berkumpulnya 10.000.000 warga NU pada tanggal 27 Rajab 1440 H di Jakarta. Itu pertanda warga NU sudah mulai bangkit melawan..!!!

Loading...

Baca Juga