oleh

Sekjen GPI Angkat Bicara, Sikapi Dugaan Perlakuan Istimewa Lapas Salemba Kepada Djoko Tjandra

PILARNEGARA.COM – Djoko Tjandra Terpidana kasus Cessie Bank Bali, yang menjalani hukuman pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba, kembali membuat ulah.

Pasalnya, menurut sumber yang tidak ingin identitasnya diungkapkan, menyatakan bahwa Djoko Tjandra diduga mendapat perlakuan istimewa dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba.

Perlakuan istimewa tersebut berupa pemberian izin keluar Lapas, dengan alasan pemeriksaan kesehatan pada salah satu rumah sakit di Jakarta.

Pemeriksaan tersebut dilakukan rutin, dimana Djoko Tjandra akan keluar Lapas sekitar pukul 06.30 menuju Rumah Sakit.

Setelah dari Rumah Sakit, Djoko Tjandra tidak langsung kembali ke Lapas, melainkan pulang ke kediamannya yang berada di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Utara.

Menanggapi dugaan tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam (PP GPI), Khoirul Amin angkat bicara.

Ia berharap, Kementerian Hukum dan HAM tidak menutup mata, dan segera melakukan investigasi. Jika hal itu terbukti benar, maka seluruh pihak yang bertanggung jawab dan terlibat harus dipecat secara tidak hormat.

“Apabila dugaan itu benar, maka kami meminta agar Kepala Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba. Serta pihak-pihak yang terlibat untuk segera dipecat secara tidak hormat,” tegas Khoirul Amin saat diminta tanggapannya melalui telepon, Sabtu (05/03/2022).

Baca Juga :  Tidak Diijinkan di Lahan Aset, Kantor Sekretariat RT 08 Harus Dibongkar

Mantan Direktur LBH PP GPI tersebut juga menegaskan, bahwa hukuman kurungan di Lapas untuk para terpidana. Adalah unduk memberikan efek jera, agar terpidana tidak mengulangi lagi perbuatannya.

“Jadi kalau dugaan itu benar, bahwa Djoko Tjandra dan juga beberapa tokoh yang memiliki uang. Terus mendapatkan perlakuan yang istimewa di Lapas Kelas IIA Salemba, maka menurut saya ini adalah preseden buruk dan harus segera disikapi,” tandasnya.

“Lapas dibuat adalah untuk memberikan efek jera dan pembinaan kepada para narapidana, bukan menjadi hotel dengan segudang fasilitas. Baik itu Handphone, Televisi, dan fasilitas lainnya. Apalagi sampai memberi keistimewaan bisa keluar masuk Lapas,” lanjut Khoirul Amin.

Mantan Sekretaris Jenderal Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) tersebut juga meminta. Kepada Kementerian Hukum dan HAM agar para narapidana yang memiliki kekuatan modal untuk dipindah ke Lapas Nusakambangan.

“Para narapidana yang memiliki kekuatan modal dan selalu meminta keistimewaan di Lapas, kami minta untuk segera dipindahkan ke Lapas Nusakambangan saja. Agar mereka tidak selalu membuat ulah dan mempermainkan penegakan hukum,” pintanya.

Baca Juga :  Hoak? Mari Kita Lawan!, Sebuah Opini Tony Rosyid

“Terpidana Djoko Tjandra ini sudah banyak mengorbankan orang, 3 Jenderal dari Korps Bhayangkara harus dipecat gegara dia. Belum lagi oknum Jaksa Pinangki dll, masak Dirjen Pas dan Kalapas Salemba akan menjadi korban berikutnya,” ujarnya.

Sekjen PP GPI tersebut juga akan menginstruksikan para kader dan anggotanya di Jakarta Raya. Untuk turun aksi dan meminta Menteri Hukum dan HAM segera mengambil sikap tegas terhadap permasalahan tersebut.

“Saya akan segera memberikan instruksi kepada Kader dan Anggota GPI Se Jakarta Raya. Untuk turun aksi dan menyikapi hal ini, hal begini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Indonesia ini Negara Hukum, jika ada yang mempermainkan Hukum, maka harus kami lawan,” pungkas Khoirul Amin.

Sebagai informasi, pada Rabu (5/1/22) lalu Mahkamah Agung (MA) tidak menerima peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra di kasus korupsi Rp 546 miliar terkait cessie Bank Bali. Dalam proses PK itu, Djoko menyuap jenderal polisi hingga jaksa Pinangki.

Baca Juga :  Hasil DPTHP-2 Pemilu 2019, 192 Juta Warga Punya Hak Mencoblos

“Amar NO (niet ontvankelijkeverklaard/tidak dapat diterima, red),” demikian bunyi putusan MA yang dilansir di website-nya.

Putusan tersebut diketok dengan ketua majelis Andi Samsan Nganro, anggota majelis adalah Suhadi, Prof Surya Jaya, Sri Murwahyumi, dan Eddy Army. Duduk sebagai panitera pengganti perkara Nomor 467 PK/Pid.Sus/2021 adalah Ekova Rahayu.

Sebagaimana diketahui, Djoko dihukum 2 tahun penjara di kasus korupsi Rp 500 miliar lebih. Namun Djoko kabur ke Malaysia pada 2008 dan baru ditangkap pada 2020 setelah terendus hendak mengajukan PK.

Berikut ini daftar hukuman yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra:

– Dihukum 2,5 tahun penjara di kasus surat palsu dan 4,5 tahun penjara di kasus korupsi menyuap pejabat.

– Selain itu, Djoko harus menjalani hukuman korupsi 2 tahun penjara di kasus korupsi cessie Bank Bali.

– MA juga memerintahkan agar dana yang disimpan di rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dikembalikan kepada negara. (RED)

Loading...

Baca Juga